Kamis, 28 Mei 2009

P E N D A N A A N Indonesia Tak Bisa Bebas dari Utang

Kompas, 20 Mei 2009

P E N D A N AAN

Indonesia Tak Bisa Bebas dari Utang

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tidak bisa bebas dari utang. Kebutuhan terhadap utang tidak bisa dihilangkan hingga ke level nol. Semua negara membutuhkan utang untuk membiayai pembangunannya.

Demikian disampaikan Boediono, calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Kompas, Jakarta, Selasa( 1 9/ 5 ) .

Menurut Boediono, yang bisa dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa penggunaan setiap sen dollar AS yang berasal dari utang untuk sektor-sektor produktif.

”Posisi saya selalu sama, jangan alergi pada utang karena utang itu bagian dari proses kehidupan ekonomi modern,”kata Boediono.

Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia butuh rambu-rambu yang jelas dalam pengelolaan utang. ”Namun, itu bukan berarti kita harus menurunkan utang hingga nol,” tutur mantan Gubernur Bank Indonesia ini.

Boediono menegaskan, yang terpenting dalam pengelolaan utang adalah tidak membiarkan jumlahnya melebihi kemampuan pemerintah untuk membayar.

Utang yang diambil sebaiknya berasal dari sumber yang berisiko rendah. Selain itu, risiko utang dalam negeri lebih rendah dibandingkan dengan utang luar negeri.

”Dan, gunakan setiap sen dana utang secara produktif pada dua hal. Pertama, meningkatkan kapasitas ekonomi nasional, terutama infrastruktur. Kedua, meningkatkan kualitas manusia. Jika keduanya bisa dijadikan sasaran penggunaan utang, tidak ada masalah,” tuturnya.

Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan International NGO Forum on Indonesian Development Wahyu Susilo juga mengakui, sulit bagi Indonesia melepaskan diri dari utang. ”Posisi, beban utang, serta persyaratan pinjaman yang mengikat Indonesia tidak bisa dilepaskan tanpa upaya politik radikal,” kata Wahyu.

Maksimalkan diplomasi

Guna mendapatkan pengurangan utang, baik bilateral maupun multilateral, menurut Wahyu, Indonesia bisa memaksimalkan diplomasi, yakni dengan memperbanyak pertukaran utang pada proyek-proyek yang produktif, antara lain pada pengembangan lingkungan dan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDG’s).

Selain itu, Indonesia juga bisa bernegosiasi membatalkan utang yang digunakan untuk tujuan merusak kemanusiaan, misalnya pinjaman pembiayaan kapal perang asal Jerman.

”Indonesia sebaiknya mendorong skema pembiayaan pembangunan bukan utang, tetapi pembiayaan untuk memenuhi kewajiban dari negara-negara maju.

Syaratnya, segera lakukan audit utang untuk mengidentifikasi jenis utang yang dipertukarkan atau dihapus. Ekuador melakukan itu,” tutur Wahyu.

Data Departemen Keuangan menunjukkan, total utang pemerintah hingga 31 Januari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun, terdiri atas utang luar negeri Rp 746 triliun dan pinjaman dalam negeri berupa surat berharga negara senilai Rp 920 triliun.

Periode Januari-April 2009, pemerintah telah menarik pinjaman proyek baru Rp 6,7 triliun,meningkat dibandingkan dengan periode yang sama 2008, yakni Rp 2,5 triliun. Adapun realisasi pinjaman program Rp 3,2 triliun,pada periode yang sama 2008 hanya Rp 2 triliun. (OIN/FAJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar