Minggu, 31 Mei 2009

Kasus Lapindo Terancam Tamat Kapolri Indikasikan SP3

Anto, SIDOARJO
Surya, JAKARTA

Setelah tiga tahun kasus tindak pidana lumpur Lapindo digantung, Mabes Polri memberi sinyal kasus tersebut dihentikan alias SP3 (SuratPenghentian Penyidikan Perkara). Selain berkas kasus ini bolak-balikdikembalikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) ke penyidik Polda Jatim, MabesPolri juga mempertimbangkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atas PT .Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuari mengatakan, keputusan MAitu akan menjadi pertimbangan.

Melalui putusan kasasinya, MA menyatakanLapindo tidak melanggar hukum. "Tentunya dari aspek keperdataan,ternyata ada putusan MA yang mendukung. Tentunya kita tidak akanberlama-lama. Kita akan ambil tindakan untuk kepastian hukum," ujarKapolri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/5).Lagipula, lanjut Kapolri, prinsip penegakan hukum harus ada kepastianhukum yang diberikan. Pada kasus ini ada perbedaan pendapat antarapolisi dan saksi ahlinya. Tiga dari 13 saksi ahli berpendapat peristiwalumpur Lapindo ini murni karena alam (bencana)."Ini harus disinkronkan antara penyidik dan JPU.

Kalau berkas ini bolakbalik dengan satu pemahaman yang terus tidak ada persamaan, tentuberkas ini tidak maju-maju. Hanya menyangkut, misalnya masalahperbedaan pendapat keterangan ahli," jelasnya."Jika bisa menyelesaikan perbedaan keterangan ahli, Insya Allah berkasmaju," lanjutnya. Namun, kata mantan Kaditserse (sekarang Direskrim)Polda Jatim ini, hingga sekarang ini, berkas kasus Lapindo terusdikembalikan oleh pihak Kejaksaan.Sementara Kejati Jatim menganggap berkas kasus itu masih banyak yangharus dibenahi. Menurut Aspidum Kejati Jatim, Edi Rakamto, berkas kasusLapindo belum sempurna karena beberapa hal.

Di antaranya, belumterpenuhinya unsur pengungkap fakta serta alat bukti. "Alat bukti yangdi berikan, kita rasa masih kurang," kata Edi dikonfirmasi terpisah,kemarin.Dikatakannya, yang menjadi pemicu paling utama berkas tersebut belumsempurna adalah penyebab lumpur di sumur milik Lapindo di DesaRenokenongo Porong, Sidoarjo, itu menyembur. Dalam berkas yang diajukanPolda, menurut Edi, penyebab kebocoran lantaran human error. Namun,keterangan dari 21 saksi ahli yang diajukan Polda Jatim lebih mengarahkepada force majeur atau bencana. "Keterangan saksi ahli bertolakbelakang dengan materi berkas yang diajukan," tandasnya.Seperti diberitakan, berkas kasus lumpur Lapindo hingga kini masih P-19(belum sempurna) dan selalu dikembalikan oleh Kejati.

Dari data yang ada, pada 30 Oktober 2006, Polda menyerahkan berkas ke Kejati, dan dinyatakan belum sempurna. Kemudian, dikembalikan oleh Kejati pada 10 November 2006. Tahun berikutnya, Polda mengirim kembali pada 16Februari 2007 dan dikembalikan lagi pada 28 Februari 2007. Selang satu tahun, Polda kembali berupaya melengkapi dan menyerahkankembali, tepatnya pada 25 Januari 2008. Tetapi masih dinyatakan belumsempurna, dan lagi-lagi dikembalikan oleh Kejati pada 5 Februari 2008.Setelah berupaya melengkapi, pada 25 Maret 2009 Polda kembalimenyerahkan berkas, tetapi oleh Kejati tetap dinyatakan belum sempurnaalias P19.

DisayangkanMenanggapi sinyal SP3 itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum bagi KorbanLumpur (LBH-KL) Joeni Arianto Kurniawan, SH sangat menyayangkan jikaPolri benar-benar menghentikan proses hukum kasus pidana lumpurLapindo. ‘’Rencana Polri akan SP3 menghambat hak-hak korban untukmendapatkan kepastian hukum. Ini merupakan langkah mundur bagikepolisian. Ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan,” tegasnya. Padahal, lanjut Joeni, jika kasus pidana Lapindo ini benar-benar mampudibawa ke pengadilan dan akhirnya terdakwa diputus bersalah, tentu iniakan menjadi keuntungan bagi warga. “Kenapa. Karena warga mampumembuktikan bahwa kasus ini bukan bencana, tapi kesalahan Lapindo,”ujarnya.

Sehingga, dengan dengan putusan itu nantinya bisa dijadikan novum bagiwarga untuk kembali mengajukan gugatan, yang dalam putusan inkrachakhirnya ditolak, karena pengadilan bersikukuh menyatakan kasus LumpurLapindo sebagai bencana alam. “Ini tentu menjadi kerugian bagi parakorban Lumpur,” tegasnya.Jika berkas itu bolak-balik Polda Jatim-Kejaksaan, menurut dia,seharusnya kedua institusi penegak hukum ini berusaha menyamakanpersepsi agar kasusnya bisa dibawa ke pengadilan. “Caranya tentumenjalin komunikasi. Perlu diingat antara polisi dan kejaksaan ini kanbersifat sinergi,” katanya.Namun kalau sudah di-SP3, lanjut Joeni, tamat sudah proses hukum yangkini sedang berjalan. Kendati begitu, yang perlu diingat oleh warga,SP3 berbeda dengan putusan pengadilan.

Jadi nantinya jika adabukti-bukti yang mendukung untuk kembali dilakukan penyidikan, makaproses hukum bisa dilanjutkan. Karenanya jika benar kasus Lumpur Lapindo akan dihentikan, kata Joenimenjadi tugas kepolisian untuk memberitahukan ke publik. ‘’Publik bisamembantu mencari bukti. Atau kalau kasusnya semakin tak jelas, wargabisa mempraperadilan- kan kepolisian yang mengSP3kan tindak pidanalumpur Lapindo,’’ tandasnya.Sholahudin Wahid, anggota Komnas HAM, menegaskan semburan lumpurLapindo di Porong, bukan bencana alam. ‘’Semburan lumpur Lapindo murnikarena kesalahan manusia.

Semburan itu tidak akan terjadi bila tidakada kegiatan pengeboran milik Lapindo," ujar pengasuh Ponpes TebuIreng, Jombang yang akrab disapa Gus Sholah saat menghadiri peringatan3 tahun semburan lumpur Lapindo di atas tanggul Desa Siring, Sidoarjo,Jumat (29/5).Karena itu, lanjutnya, yang bertanggungjawab adalah Lapindo BrantasInc. Sehingga seluruh penggantian kerugian yang diakibatkan oleh lumpurditanggung oleh perusahaan milik keluarga Bakrie itu. Dalam kasus lumpur Lapindo ini, menurutnya, juga terjadi banyakpelanggaran HAM.

Hak yang seharusnya diperoleh masyarakat sebagaikorban lumpur masih juga terkatung-katung. "Kejadian ini bukanmerupakan bencana alam dan kejadian ini merupakan kesalahan dariperusahaan pengeboran (Lapindo)," tegasnya.Boikot Produk BakrieSementara itu, memeringati 3 tahun lumpur Lapindo, di Jakarta danSidoarjo digelar aksi demo dan keprihatinan. Sekitar 60 orang dari Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lapindo melakukan aksi Jumat Hitam Lapindo di depan Pasar Festival Kuningan Jakarta sekitar pukul 14.45WIB.Luluk Uliyah dari JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) mengatakan, akibatsemburan lumpur Lapindo tiga tahun lalu, puluhan ribu orang kehilangantempat tinggal dan mata pencaharian dan lebih separuhnya adalahperempuan. "Korban lumpur Lapindo kehilangan harta, kesulitan akses airbersih, gangguan kesehatan, terputusnya akses pendidikan," kata Luluk.Namun ironisnya, pemilik Lapindo sempat menyandang orang terkaya di Asia Tenggara tahun 2007.

Aset keluarganya di bisnis energi, perkebunan, properti, baja, televisi, telekomunikasi, dan infrastruktur tahun lalu meningkat dari Rp 42,9 triliun menjadi Rp 94,18 triliun.Namun, ia mengatakan, hingga sekarang pemerintah tak mau bersikap tegasterhadap pemilik Lapindo, Aburizal Bakrie, yang menjabat sebagai MenkoKesra.Karena itu, mereka menyerukan agar memboikot produk Bakrie sebagaibentuk solidaritas atas peristiwa semburan lumpur di Porong. "Karenadengan mendukung dan menggunakan produk Bakrie Group sama saja kamuturut menindas belasan warga korban lumpur Sidoarjo," kata Mita, koordinator aksi.

Massa juga menuntut pemulihan hak-hak korban Lapindo, terutama bagi 10desa yang tidak tercantum dalam Perpres 14 tahun 2008. Selain itu,massa juga mengecam keputusan MA yang menolak kasasi YLBHI tentangkasus ini dengan alasan Lapindo sudah memberi ganti rugi. "Padahalwarga tambah miskin, sakit dan masa depannya tidak menentu," ungkap dia.Dalam aksi damai tersebut, massa membentangkan berbagai foto yangberisi wajah para korban lumpur mulai dari warga yang terserangpenyakit hingga anak yang tidak bisa bersekolah akibat bangunan sekolahyang terendam. Aksi juga diisi dengan pembacaan puisi dan dramateatrikal tentang kejamnya PT Lapindo terhadap warga Porong.

Sedang di Sidoarjo, peringatan 3 tahun lumpur Lapindo di atas tanggulDesa Siring, kemarin (30/5), diikuti ratusan korban lumpur denganmenggelar istighotsah. Doa bersama ini sebagai bentuk keprihatinan ataskondisi mereka akibat lumpur Lapindo. Sejumlah tokoh yang lantangmemperjuangkan para korban juga hadir. Di antaranya, Bambang Sulistomo(anak Bung Tomo), Sholahuddin Wahid, Dr Tjuk Sukiadi (dosen Unair) danWakil Kepala DPRD Sidoarjo, Jalaluddin.

Sesat Neoliberalisme


B. Herry PriyonoDimuat dalam Kompas, 28 Mei 2009, h. 6.

ISTILAH neoliberalisme adalah kisah salah kaprah. Dan mungkin salah kaprah itulah yang sedang mendera kita dalam perdebatan luas di hari-hari ini. Apa yang terjadi dalam perdebatan tentang neoliberalisme hari-hari ini untuk kesekian kali menunjukkan gejala ganjil berikut. Kehidupan publik kita rupanya ditandai secara mendalam oleh sikap anti-intelektual. Maka ketika meledak perdebatan tentang suatu ideologi, dan ideologi pada dirinya selalu membutuhkan pemahaman intelektual, tidak siaplah kita.

Seperti yang terjadi hari-hari ini, akibatnya tidak mudah pula melakukan penjernihan mengenai arti neoliberalisme. Sebab, cuaca perdebatan telah menjadi keruh dengan salah kaprah. Saya masih ingat, gejala itu pula yang melanda perdebatan tentang ideologi “akhir sejarah” di negeri ini di sekitar munculnya buku The End of History karya Francis Fukuyama (1992). Pemahaman intelektual memang tak mudah, dan beban menjernihkan dengan bahasa sederhana mudah terpelanting ke penyederhanaan perkara.

Lalu, mesti mulai dari mana penjelasan tentang neoliberalisme? Salah kaprah Istilah neoliberalisme dalam pengertian yang kini dipakai tidak berasal dari paket kebijakan yang disebut Konsensus Washington. Ia telah dipakai untuk menyebut watak rezim Augusto Pinochet yang berkuasa di Cile tahun 1973-1990, yaitu watak ideologis hasil kolusi kediktatoran dan ekonomi pasar bebas dalam coraknya yang ekstrem. Ketika rezim kediktatoran mulai surut di kawasan Amerika Latin, neoliberalisme dipakai untuk menyebut ideologi pasar bebas dalam coraknya yang ekstrem.

Tetapi, apa yang ekstrem hingga kebijakan ekonomi pasar-bebas ekstrem disebut neoliberal? Jawabannya tidak terletak pada ilmu ekonomi, tetapi pada sebuah pandangan tentang kaitan antara manusia dan masyarakat. Lugasnya, suatu filsafat politik. Mungkin tidak ada pemikir lebih serius yang meletakkan dasar untuk pandangan ini daripada Friedrich von Hayek (1899-1992).Secara ringkas, beginilah kira-kira garis gagasannya. Setiap usaha membentuk dan mengatur tatanan (order) melalui otoritas seperti pemerintah terpusat selalu mengandung risiko pembatasan kebebasan setiap warga, atau justru memunculkan perbudakan.

Istilah ‘tatanan’ itu dapat Anda ganti dengan kata ‘bangsa Indonesia’, sebab akhirnya Indonesia adalah tatanan politik. Bagi Hayek, alternatifnya adalah tatanan yang tidak dibentuk melalui otoritas atau rencana apapun, tetapi tatanan dibiarkan terbentuk secara alamiah sebagai hasil ekuilibrium (perimbangan) tindakan bebas setiap orang dalam mengejar kepentingan dirinya.

Dari sinilah berakar tuntutan peran minimal atau bahkan nol dari pemerintah dalam pembentukan tatanan.Dalam rumusan harafiah Hayek: “Tatanan dapat terbentuk dengan sendirinya dari tindakan-tindakan bebas yang oleh para pelakunya tidak dimaksudkan secara sadar untuk membentuk tatanan” (1967). Tanpa diselidiki dengan cermat, gagasan itu mengandung tanda faktual. Tak ada anak pergi ke sekolah, buruh bekerja di pabrik, ataupun seorang akuntan mengerjakan pembukuan perusahaan, untuk secara sengaja membentuk tatatan (misalnya membentuk Indonesia sebagai bangsa).

Namun, satu selidik kecil sudah cukup menunjukkan, antara “berlaksa-laksa tindakan bebas setiap orang” dan “terbentuknya Indonesia sebagai bangsa” terbentang jurang sangat dalam yang butuh jembatan. Artinya, berlaksa-laksa tindakan bebas tiap orang tidak dengan sendirinya membentuk tatanan.Apa jembatan itu? Di sinilah gagasan Hayek menjelma menjadi program ekonomi, dengan mendorong ekonomi-pasar menuju posisinya yang ekstrem.

Apa yang ekstrem? Liberalisme- klasik menggagas kegiatan ekonomi digerakkan bukan oleh komando tetapi oleh harga (price) dalam dinamika perimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand). Gagasan Hayek mau memakai mekanisme itu bukan hanya untuk mengatur kegiatan ekonomi, tetapi untuk mengorganisasikan seluruh kegiatan dalam semesta hidup masyarakat – baik ekonomi, politik, hukum, budaya, pendidikan, maupun barang/jasapublik lain.

Dari agenda itulah kemudian istilah liberalisme memperoleh tambahan kata ‘neo’ (baru) di depannya. Sekali lagi, istilah neoliberalisme dalam pengertian sekarang awalnya bukan soal ekonomi melainkan filsafat. Hanya dalam proses selanjutnya, model ekonomi liberal (dalam rupa pengejaran kepentingan- diri melalui signal harga) dipakai sebagai alat koordinasi untuk mengatur semua kegiatan dalam tananan kehidupan masyarakat.Kalau dalam liberalisme- klasik manusia itu makhluk ekonomi (homo economicus) hanya (sekali lagi ‘hanya’) dalam kegiatan ekonomi, pada agenda neoliberalisme manusia diperlakukan sebagai makhluk ekonomi dalam bidang ekonomi, politik, hukum, budaya, dan sebagainya.

Bukankah itu seperti fundamentalisme agama yang berambisi mengatur seluruh bidang kehidupan dengan doktrin agama tertentu? Itulah mengapa di tahap ketika telah terpelanting menjadi “proyek mengatur seluruh bidang kehidupan dengan dalil harga”, agenda neoliberal mirip fundamentalisme agama. Yang satu mau melakukannya dengan doktrin agama, sedangkan yang lain dengan dalil harga. Maka, daripada memakai kata ‘neoliberal’, mungkin istilah ‘fundamentalisme pasar’ lebih tepat dipakai ketika soalnya menyangkut urusan kebijakan ekonomi.Tanpa pokok di atas dipahami lebih dulu, rupanya akan sangat sulit memahami apa yang neoliberal dan apa yang tidak.

Apa implikasnya?Dampak domino Sekali lagi, neoliberalisme bukan pertama-tama perkara ekonomi, tetapi proyek mengatur ulang hubungan manusia dan masyarakat. Tentu saja proyek itu pada gilirannya menuntut pengaturan ulang bidang kegiatan politik, hukum, budaya, hubungan kerja, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya tentu bidang pendidikan, kesehatan, dan prasarana publik lain.Itulah mengapa agenda neoliberal menuntut agar bidang-bidang seperti pendidikan atau kesehatan publik ditata ulang dengan langkah privatitasi. Namun di sini kita perlu hati-hati.

Dalam agenda neoliberal, privatisasi bukan hanya sebagai taktik sementara, yang dalam ilmu ekonomi dapat dibenarkan sebagai strategi menyuntikkan insentif untuk menggerakkan produktivitas. Dalam proyek neoliberal, privatitasi dilihat sebagai kondisi akhir yang hendak dicapai. Lugasnya, privatisasi bukan hanya sarana, tetapi tujuan.Dengan itu bisa dikatakan, tidak setiap privatitasi, liberalisasi, dan deregulasi adalah bentuk neoliberalisme, tetapi neoliberalisme memang punya tujuan agar berbagai bidang kegiatan dalam masyarakat digerakkan oleh motif pengejaran kepentingan diri privat. Itulah mengapa etos publik, solidaritas sosial, tindakan afirmatif terhadap kelompok yang miskin dan tersingkir adalah omong kosong besar bagi agenda neoliberal.Pada perkembangan mutakhir, istilah neoliberal juga punya pengertian baru.

Ini juga bukan perkara yang mudah dijelaskan. Dalam bidang ekonomi, arti ‘ekonomi’ semakin kehilangan maksud awalnya, yaitu kesejahteraan bersama. Bagaimana itu terjadi? Andai Anda punya uang 10 milyar. Tentu uang itu bisa dipakai untuk apapun. Andaikan ada dua pilihan: untuk membangun pabrik bagi produksi sepatu untuk dijual, atau untuk bermain valas?

Andaikan bermain valas membuat uang Anda berlipat-ganda secara jauh lebih cepat daripada membangun pabrik. Paham neoliberal bilang tidak ada yang salah dengan itu. Sebabnya bukan karena laba itu buruk, tetapi karena kebebasan tiap orang mengejar kepentingan dirinya adalah dogma keramat. Sekali lagi, soalnya bukan murni ekonomi.Itulah mengapa munculnya transaksi uang maya (virtual) secara kolosal dalam beberapa dasawarsa terakhir ini dianggap melekat pada agenda neoliberal. Dari situ lalu neoliberalisme punya arti virtualisasi ekonomi.

Lalu de-industrialisasi terjadi, pertanian ditinggalkan, dan ekonomi riil terbengkelai, karena lalu ekonomi dan ilmu ekonomi sibuk dengan urusan dagang uang. Bisa saja namanya derivatif, lindung nilai, sekuritas, atau juga futures.Lalu, di mana tempat pemerintah dalam agenda neoliberal? Jawabannya dapat dibuat lugas. Tidak ada ideologi yang diterapkan secara murni, tidak juga neoliberalisme. Itulah mengapa ironinya agenda neoliberal justru lebih sering menuntut tangan besi pemerintah, misalnya dalam pemberangusan serikat-serikat buruh.

Pinochet di Cile atau Thatcher di Inggris melakukannya dengan menghancurkan kekuatan serikat buruh. Pokok ini sangat penting bagi cuaca perdebatan hari-hari ini. Adanya peran pemerintah samasekali bukan dengan sendirinya berarti paket kebijakan tidak berciri neoliberal. Sangat biasa paketkebijakan melibatkan peran pemerintah yang besar, namun tetap saja berciri neoliberal.Kalau istilah neoliberalisme membingungkan, mungkin ada baiknya diganti dengan istilah ‘fundamentalisme pasar’, supaya lebih mudah dimengerti dalam konteks ketika fundamentalisme agama juga sedang ganas.

Dan, cara paling sederhana untuk memahami fundamentalisme pasar bukan terletak pada apakah paket kebijakan melibatkan peran pemerintah. Itu kurang relevan! Ada dua cara sederhana. Pertama, silahkan cermati apakah semakin banyak bidang kehidupan dalam tata hidup bersama (di luar bidang ekonomi) mengalami komersialisasi, dari bidang pendidikan sampai kesehatan, dari hukum sampai prasarana publik. Kedua, apakah kegiatan ekonomi semakin dikuasai oleh dagang uang, dan bukan oleh transaksi barang/jasa riil.

Seandainya penjelasan sederhana ini berguna, silahkan pakai. Tetapi bila tidak, ada satu hal yang semoga boleh saya haturkan: saya menulis ini bukan karena ingin menjadi menteri, apalagi wakil presiden.

B. Herry-Priyono, Dosen pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat

Kamis, 28 Mei 2009

Mafia Berkeley di Pintu Istana

Boediono dikhawatirkan jadi pintu masuk kepentingan ekonomi Amerika-Yahudi di Indonesia. Melabrak UUD 45.

SAAT awal-awal berkuasa, Soeharto dikerumuni tim khusus bidang ekonomi jebolan Universitas Berkeley, California, AS. Mereka, seperti Prof Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Soebroto, Moh Sadli, JB Soemarlin, dan Adrianus Mooy, bertugas menyusun sistem perekonomian di Indonesia.

Saking besarnya dominasi mereka dalam menerapkan konsep ekonomi liberal gaya AS, tim ini akhirnya mendapat julukan miring: mafia Berkeley. Bahkan, tak hanya doktor ekonomi lulusan Berkeley yang masuk dalam jaringan ini, tapi beberapa alumni universitas papan atas di AS juga dituding ikut membawa misi hegemoni AS di Indonesia.

Kini, meski Soeharto dan Orba-nya telah tumbang, jaringan mafia Berkeley tetap bercokol. Beberapa doktor ekonomi yang dituding masuk jaringan ini antara lain Sri Mulyani, Moh Ikhsan, Chatib Basri, dan Boediono. Makanya, ketika SBY memilih Boediono sebagai cawapresnya, lontaran penolakan langsung menggema. Doktor ekonomi jebolan Universitas Pennsylvania, AS itu dikhawatirkan membawa kepentingan ekonomi Amerika.

“Kita bertahun-tahun mengkhawatirkan tim ekonomi kita lagi-lagi dikuasai oleh Mafia Barkeley dengan paradigma ekonomi neoliberalnya. Ternyata sekarang SBY tidak hanya melanggengkan praktik ekonomi neoliberal dengan cara memilih tim ekonomi di kabinetnya saja, tapi malah menunjuk cawapresnya, Boediono yang sudah jelas-jelas garis ekonominya neoliberal,” cetus ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance), Hendri Saparini kepada Indonesia Monitor, Sabtu (16/5).

Kekhawatiran Hendri cukup beralasan. Sebab, runtuhnya perekonomian nasional tak bisa dilepaskan dari peran mereka. Di sisi lain, Amerika akan menghalalkan berbagai cara untuk mengamankan kepentingannnya di Indonesia dengan power ekonomi Yahudi-nya yang dikenal ambisius itu. Presiden AS Barrack Obama yang memiliki ayah tiri orang Indonesia, juga tak menjamin negerinya tidak akan mencapuri urusan dalam negeri Indonesia.

Bahkan, awal Mei lalu, saat mendeklarasikan bulan Mei sebagai bulan Yahudi-Amerika (May Jewish American Heritage Month), Obama secara implisit mengakui bahwa negara AS adalah negara Yahudi. Ia mengatakan bahwa, “AS tidak akan menjadi negara yang kita kenal sekarang tanpa keberhasilan yang diraih kaum Yahudi Amerika.”

Meski warga Yahudi di AS kurang dari tiga persen, tapi dominasinya sangat luar biasa. Terbukti, dengan populasi sekecil itu, mereka berhasil memenangkan 25 persen hadiah nobel. Selain itu, bangsa Yahudi menguasai 20 persen eksekutif di AS dan 22 persen anggota mahasiswa jenius di AS adalah Yahudi.

Apakah tangan-tangan mereka ikut “bermain” di Pilpres 2009 dengan mendukung terpilihnya Boediono sebagai tandem SBY? “Kita juga khawatirkan itu,” ujar Hendri.
Namun, di mata pengamat hukum tatanegara Irman Putra Sidin, yang perlu dikhawatirkan justru komposisi caprescawapres yang mengabaikan keterwakilan Jawa dan non-Jawa. Padahal, UUD 45 mengisyaratkan perlunya komposisi yang adil dalam pemerintahan. “Soal Jawa non-Jawa, itu memang ada konstitusional base-nya. Dalam pasal 6a ayat 3 UUD, disebutkan bahwa presiden yang terpilih, yang dilantik sebagai pasangan calon presiden, dia harus menang 50 persen lebih,” kata Irman Putra Sidin kepada Indonesia Monitor, Jumat (15/5).

Bahkan, menurut Irman, tidak cukup 50 persen lebih. Ke depan, lanjut Irman, jika ada dua pasangan calon presiden, orang berpikir hanya satu kali putaran, padahal belum tentu. “Dia harus menang di lebih dari 50 persen provinsi di seluruh Indonesia. Dan minimal dia mendapatkan suara 20 persen di setiap provinsi. Dalam konteks ini, Jawa luar Jawa menjadi penting. Sebab mereka harus mendapat legitimasi di 33 provinsi, sehingga mitos Jawa luar Jawa sebenarnya memang memiliki basis konstitusional,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, mengatakan, Boediono diperkirakan sulit menjalankan tugas wakil presiden karena memiliki sifat tertutup. Sifat ini akan menghambat koordinasi menteri di kabinet mendatang bila SBY terpilih lagi sebagai presiden.

“Boediono memang pintar dan menguasai ekonomi. Tapi dia akan kesulitan untuk melakukan koordinasi dengan menteri-menteri lainnya,” ujar Sofjan Wanandi, Senin (11/5).

■ Moh Anshari, Sri Widodo
http://www.indonesiamonitor.com/main/index.phpoption=com_content&task=view&id=2201&Itemid=33

P E N D A N A A N Indonesia Tak Bisa Bebas dari Utang

Kompas, 20 Mei 2009

P E N D A N AAN

Indonesia Tak Bisa Bebas dari Utang

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tidak bisa bebas dari utang. Kebutuhan terhadap utang tidak bisa dihilangkan hingga ke level nol. Semua negara membutuhkan utang untuk membiayai pembangunannya.

Demikian disampaikan Boediono, calon wakil presiden yang mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Kompas, Jakarta, Selasa( 1 9/ 5 ) .

Menurut Boediono, yang bisa dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa penggunaan setiap sen dollar AS yang berasal dari utang untuk sektor-sektor produktif.

”Posisi saya selalu sama, jangan alergi pada utang karena utang itu bagian dari proses kehidupan ekonomi modern,”kata Boediono.

Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia butuh rambu-rambu yang jelas dalam pengelolaan utang. ”Namun, itu bukan berarti kita harus menurunkan utang hingga nol,” tutur mantan Gubernur Bank Indonesia ini.

Boediono menegaskan, yang terpenting dalam pengelolaan utang adalah tidak membiarkan jumlahnya melebihi kemampuan pemerintah untuk membayar.

Utang yang diambil sebaiknya berasal dari sumber yang berisiko rendah. Selain itu, risiko utang dalam negeri lebih rendah dibandingkan dengan utang luar negeri.

”Dan, gunakan setiap sen dana utang secara produktif pada dua hal. Pertama, meningkatkan kapasitas ekonomi nasional, terutama infrastruktur. Kedua, meningkatkan kualitas manusia. Jika keduanya bisa dijadikan sasaran penggunaan utang, tidak ada masalah,” tuturnya.

Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan International NGO Forum on Indonesian Development Wahyu Susilo juga mengakui, sulit bagi Indonesia melepaskan diri dari utang. ”Posisi, beban utang, serta persyaratan pinjaman yang mengikat Indonesia tidak bisa dilepaskan tanpa upaya politik radikal,” kata Wahyu.

Maksimalkan diplomasi

Guna mendapatkan pengurangan utang, baik bilateral maupun multilateral, menurut Wahyu, Indonesia bisa memaksimalkan diplomasi, yakni dengan memperbanyak pertukaran utang pada proyek-proyek yang produktif, antara lain pada pengembangan lingkungan dan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDG’s).

Selain itu, Indonesia juga bisa bernegosiasi membatalkan utang yang digunakan untuk tujuan merusak kemanusiaan, misalnya pinjaman pembiayaan kapal perang asal Jerman.

”Indonesia sebaiknya mendorong skema pembiayaan pembangunan bukan utang, tetapi pembiayaan untuk memenuhi kewajiban dari negara-negara maju.

Syaratnya, segera lakukan audit utang untuk mengidentifikasi jenis utang yang dipertukarkan atau dihapus. Ekuador melakukan itu,” tutur Wahyu.

Data Departemen Keuangan menunjukkan, total utang pemerintah hingga 31 Januari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun, terdiri atas utang luar negeri Rp 746 triliun dan pinjaman dalam negeri berupa surat berharga negara senilai Rp 920 triliun.

Periode Januari-April 2009, pemerintah telah menarik pinjaman proyek baru Rp 6,7 triliun,meningkat dibandingkan dengan periode yang sama 2008, yakni Rp 2,5 triliun. Adapun realisasi pinjaman program Rp 3,2 triliun,pada periode yang sama 2008 hanya Rp 2 triliun. (OIN/FAJ)

Minggu, 10 Mei 2009

Sopir Taksi Blue Bird Demo

Jumat, 8 Mei 2009 04:09 WIB
Jakarta, Kompas - Merasa pihak manajemen melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak dan tanpa alasan kuat, puluhan pengemudi yang tergabung dalam Serikat Karyawan Blue Bird Indonesia atau SKBBI melakukan aksi protes di kantor Pusat PT Blue Bird, Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Timur, Kamis (7/5).

Mereka menggelar aksi damai di halaman kantor pukul 13.00-15.00. Dalam tuntutannya, para pengemudi mendesak pihak manajemen menghentikan PHK secara sepihak dan memberikan pesangon kepada mereka yang terkena PHK. Apalagi, sebagian besar pengemudi yang di-PHK telah bekerja di perusahaan tersebut selama 10 sampai 15 tahun.

Para pengemudi yang terkena PHK mengaku tidak mendapat pesangon dan tunjangan hari tua (THT) dari perusahaan dan setoran uang THT kepada perusahaan sebesar Rp 650 per hari.
Ardi Adnan, pengemudi yang dipecat, mengatakan, dia tidak pernah diangkat menjadi karyawan meski telah 15 tahun mengabdi di perusahaan itu. ”Rata-rata pengemudi yang sudah puluhan tahun bekerja di sini hanya dijadikan pekerja saja,” ujar Ardi yang juga Ketua SKBBI.

Ardi dipecat karena tak bersedia membuat pernyataan tertulis bahwa dia akan memenuhi setoran Rp 425.000 per hari. ”Penumpang sepi sehingga sulit memenuhi setoran. Tetapi, perusahaan tak mau mengerti kondisi di lapangan,” ujarnya.

Lain lagi dengan Supriyadi yang sudah 10 tahun mengabdi. Dia dipecat karena kasus taksi yang dikemudikannya ditabrak kendaraan lain. ”Setelah kejadian, saya disuruh istirahat dua minggu. Begitu masuk kerja, saya mendapat surat pemecatan.”

HRD Manager PT Blue Bird Kristan membenarkan PHK sejumlah pengemudi yang bukan karyawan tetap perusahaan karena kesalahan yang telah dilakukan berulang kali. Mengenai THT, perusahaan hanya memberikan uang itu kepada pengemudi dan karyawan yang bekerja sampai mencapai usia 58 tahun. ”Uang THT yang disetor pengemudi sebesar Rp 2.000 per bulan itu menjadi hak mereka dan harus diberikan kepada pengemudi,” ujar Kristan. (PIN)

Di Depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Buruh Bakar Salinan Kontrak

BANDUNG -- Meski Hari Buruh sudah berakhir, para buruh kemarin masih menyatroni Gedung Sate, Bandung. Mereka menggelar aksi pembakaran spanduk berisi salinan kontrak politik pasangan Gubernur Ahmad Heryawan dan wakilnya, Dede Yusuf, dengan sejumlah serikat pekerja dalam kampanye pemilihan gubernur setahun yang lalu. "Pembakaran ini adalah tanda penarikan dukungan kami kepada Gubernur dan partai pengusungnya, " kata Ristadi, Ketua Aliansi Serikat Pekerja Jawa Barat, kemarin.

Ristadi menyebutkan, aksi itu sebenarnya tak lain adalah upaya buruh menagih janji buruh kepada pasangan tersebut, yang sudah setahun ini terpilih memimpin Jawa Barat. Mereka yang berunjuk rasa di antaranya Serikat Pekerja Nasional, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dan Serikat Pekerja Metal Indonesia.

Penarikan dukungan itu dilakukan setelah mereka gagal bertemu Gubernur Heryawan atau pun wakilnya, Dede Jusuf. Mereka hanya ditemui Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat Mustopha Djamaluddin dan sejumlah kepala dinas tenaga kerja se Bandung-raya.

Dalam pertemuan kemarin, para perwakilan pemerintah tak diberi kesempatan berbicara. Para buruh beralasan, kontrak politik itu merupakan janji Gubernur, bukan Kepala Dinas. "Ini adalah janji Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf," kata Ristandi sebelum balik kanan.

Ristadi, yang mengaku sempat menjadi tim sukses pasangan tersebut dalam pemilihan gubernur, mengaku kecewa jagonya tak lagi mengindahkan akad kontrak politik yang diteken pada 23 Maret 2008 itu. Menurut Ristadi, delapan janji Heryawan dan Dede kepada buruh belum satu pun direalisasi.

Kopi kontrak dan delapan janji berikut tanda tangan Heryawan dan Dede serta para buruh dicetak besar-besar. Isinya, penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya di Jawa Barat. Salinan paling besar yang dicetak di atas kain kemarin dibakar para buruh. AHMAD FIKRI

Selasa, 05 Mei 2009

Ratusan Buruh PT. MMS Hadiri Sidang Di PHI Jakarta

Suara Independen/Jakarta
Selasa, 5 Mei 2009 SI// sekitar 250 buruh PT Megariamas Sentosa yang tergabung dalam Serikat Buruh Garment Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI PT MMS) menghadiri sidang di PHI Jakarta, di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan dimana sidang kali ini adalah menjawab duplik dari pihak pengusaha PT MMS yang diwakili oleh Kuasa Hukum Pengusaha.

Sidang dimulai pada pukul 13.15 Wib setelah sempat berpindah dari ruangan sidang III lalu dipindahkan keruang sidang I dimana hal ini memancing para buruh dan berteriak kepada panitera PHI Jakarta karena dianggap tidak sigap dalam menyiapkan ruang sidang.

Mengingat bahwa Jawaban atas duplik Pengusaha belum sempurna maka hakim PHI Jakarta memberikan waktu untuk menyempurnakan jawaban duplik tersebut dan penyerahan penyempurnaan jawaban duplik tersebut akan dilakukan selasa, 12 Mei 2009 dimana para pihak menyepakatinya. Lalu sidang ditutup oleh majelis hakim PHI Jakarta. [ISM/SI]

Sidang ADB Dibayangi Protes Dituding LSM sebagai Penambah Krisis

Sabtu, 2 Mei 2009 03:36 WIB
Nusa Dua, Kompas - Sidang Tahunan Ke-42 Dewan Gubernur Bank Pembangunan Asia di Nusa Dua, Bali, 2-5 Mei 2009, dibayangi protes kelompok masyarakat sipil. Mereka menggelar pertemuan tandingan, termasuk Mahkamah Rakyat, dan demonstrasi menentang praktik-praktik ADB.

Sidang tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB), yang dihadiri menteri keuangan, pejabat senior pemerintah, dan pemimpin bisnis, media, organisasi internasional dan masyarakat sipil itu, akan membahas upaya penanganan kemiskinan dan menjamin ekonomi berkelanjutan.
Selain itu, akan dibahas kemajuan ADB dalam mencapai tujuan strategi jangka panjang 2020, yang diadopsi dari Sidang ADB di Madrid tahun 2008.

Sidang kali ini adalah sidang kedua ADB di Indonesia, setelah pada 1976 di Jakarta. Indonesia ikut mendirikan ADB tahun 1966. Tahun 2008, pemerintah Indonesia mendapat pinjaman 1,01 miliar dollar AS dari ADB.

Bersamaan dengan pembukaan sidang ADB, sekitar 20 kilometer dari lokasi persidangan resmi, organisasi nonpemerintah dan organisasi-organisa si rakyat di Asia, tergabung dalam Asia Pasific Research Network (APRN), International NGO Forum on Indonesian Development (Infid), dan Institute for National and Democratic Studies, menyelenggarakan Asia Pacific People Tribunal on ADB. ”Pengadilan Rakyat ini akan menggugat ADB dan pemerintah negara anggota yang dinilai melanggar hak-hak ekonomi, politik, sosial budaya masyarakat Asia Pasifik akibat implementasi proyek dan kebijakan yang antikaum miskin,” ujar Direktur Eksekutif Infid Don K Marut. Ketua tim penuntut pengadilan yang akan menghadirkan korban dan pakar masalah, Jobert Pahilga dari International Association of People Lawyers.

Menanggapi hal itu, Ketua NGO dan Civil Society Center ADB Bart Edes mengatakan, ADB terbuka berdiskusi dengan kelompok masyarakat sipil di area pertemuan resmi dan terbuka terhadap kritik.

Kelompok lain adalah jaringan NGO yang tergabung dalam Asian People’s Movement Against ADB. Kelompok itu didukung, antara lain, Friends of the Earth International, La Via Campesina, dan Jubilee South. ”Pertemuan ini hanya akan menghasilkan proyek utang baru dan bertambahnya krisis yang membuat kehidupan masyarakat makin buruk,” ujar Ketua Koalisi Anti Utang Dani Setiawan.

Proyek ADB yang bermasalah, kata Dani, antara lain, reformasi sektor energi yang menyebabkan rakyat mengalami kelangkaan energi karena kebijakan ekspor. ADB juga mendanai pertambakan udang untuk ekspor, yang menyebabkan penyusutan hutan mangrove. (BEN/OIN/MH)

Sri Mulyani Minta Kritik Utang Tidak Emosional

Minggu, 3 Mei 2009 - 02:19 wib Nurfajri Budi Nugroho - Okezone
NUSA DUA - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kritik terhadap kebijakan utang pemerintah dilakukan secara substansial dan tidak emosional. Hal itu disampaikan Sri merespons kritik kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengecam kehadiran lembaga-lembaga donor semacam Asian Development Bank (ADB) dalam pemberian utang terhadap Indonesia."Debat mengenai ini harus ditempatkan dalam posisi yang lebih proporsional dan tidak emosional," pinta Sri saat ditanya pers mengenai berbagai kritik dari kalangan LSM, dalam jumpa pers di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Sabtu (2/5/2009) malam.Mengenai perlu atau tidaknya kehadiran ADB, menurut Sri, hal itu tergantung pada kebutuhan masing-masing negara.

Faktanya, menurut Sri, banyak negara berkembang di Asia yang sangat membutuhkan pinjaman untuk bisa membangun serta untuk mengisi kebutuhan anggarannya. "Karena mereka belum memiliki pasar obligasi atau pasar utang di negaranya. Itu sesuatu yang tidak bisa dipungkiri," kata dia.Sri memahami kekhawatiran kalangan LSM yang berkeberatan jika utang yang bisa meninggalkan beban bagi generasi mendatang. Menurut Sri, jika utang dipakai untuk kegiatan yang tidak memberikan dampak bagi aktivitas ekonomi, maka itu tentu saja akan menjadi beban.

Dijelaskan Sri, jika APBN sebuah negara tidak tercukupi oleh penerimaannya sendiri, maka ada dua pilihan yang dapat dilakukan. Pertama, mengurangi seluruh belanja dan melakukan pembangunan sesuai dana yang dimiliki. "Itu biasanya untuk negara yang penerimaannya terbatas, sehingga tidak bisa berbelanja dan tidak bisa berinvestasi, maka dia juga tidak akan semakin maju," jelas dia."Kedua, jika negara yang bersangkutan membutuhkan dana untuk melakukan investasi dalam rangka pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, kesehatan, pendidikan, maka yang perlu diperhatikan adalah utang itu harus benar-benar mencapai tujuan yang diinginkan," jelasnya kembali.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah kalangan, termasuk aktivis LSM, menilai pertemuan Sidang Tahunan Dewan Gubernur Asian Develompent Bank (ADB) tidak akan menjawab krisis-krisis yang terjadi saat ini. ADB sebagai satu lembaga keuangan di tingkat regional justru dianggap sebagai penyebab dari krisis pangan, krisis iklim, krisis energi, dan krisis keuangan. (jri)

Berita Terkait: ADB
Perbankan Harus Jadi Inisiator Pengelolaan Lingkungan Hidup
Presiden SBY Buka Sidang Tahunan ADB
Bank Mandiri Jajaki Kerja Sama dengan ADB & IFC
Komponen Utama Chiang Mai Initiative Disepakati
Pendanaan ADB Percepat Pemulihan Krisis Ekonomi
Penurunan Kemiskinan & Pengangguran Makin Berat
Bunga Kredit Sulit Turun, Bank Selalu Cari Deposan Besar
Turbulensi Ekonomi Timbulkan Capital Flight
Sudah Saatnya Asia Meninggalkan Dolar
Keberadaan Jepang di ADB Digugat
Next

Menkeu: ADB Akan Dengarkan Kritik LSM

Heri Susanto
Sabtu, 2 Mei 2009, 18:20 WIB
VIVAnews - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan ADB akan mendengarkan kritik yang disampaikan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), baik kritikan terkait dengan pinjaman atau lingkungan.
"Itu akan didengar oleh ADB dan negara anggota ADB," ujar Menteri Keuangan di Bali, Sabtu, 2 Mei 2009.
Namun, menurut dia, banyak hal positif yang dibahas oleh ADB dalam pertemuan tahunan ini. Misalnya, soal penggunaan pinjaman serta isu-isu dengan defisit anggaran.

LSM memang menyampaikan hal-hal yang substantif dan masuk akal, misalnya soal efektivitas penggunaan utang atau manfaat dari utang, serta apakah utang tersebut mencapai tujuan yang ditargetkan.
Beberapa kalangan LSM memang membuat sidang tandingan. Mereka mengkritik dan memprotes sidang tahunan ADB di Bali. Kritikan tersebut terkait dengan penggunaan pinjaman dan isu-isu lingkungan.
www.vivanews. com http://bisnis. vivanews. com/news/ read/54328- menkeu__adb_ akan_dengarkan_ kritik_lsm Dipublikasikan : Sabtu, 2 Mei 2009, 18:20 WIB

LEMBAGA KEUANGAN Utang seperti Permen Loli...

LEMBAGA KEUANGAN Utang seperti Permen Loli...

Senin, 4 Mei 2009 04:22 WIB
Utang yang dianggap ”pahala” oleh banyak pemerintah negara berkembang karena ”dipercaya oleh kreditor berarti kita kredibel” sebenarnya menuai bencana. Bisnis lembaga keuangan internasional pada dasarnya adalah memasarkan uang untuk mengeruk lebih banyak uang. Dampak bukan urusan mereka.

Suara-suara seperti itu digemakan para aktivis dari India, Banglades, Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Sri Lanka dalam forum Asian People’s Movement Against ADB di Denpasar, Bali, Sabtu (2/5) dan Minggu (3/5). Di tempat terpisah juga berlangsung People’s Tribunal yang menghadirkan korban ’pembangunan’ proyek-proyek yang didanai Bank Pembangunan Asia (ADB) dari berbagai negara di Asia.”Tak ada negara yang menjadi sejahtera karena utang,” ujar Gantam Bangyopadhyay dari Nadi Ghati Morcha, yang bekerja untuk masyarakat adat di Chhattisgarh, India.

Menghancurkan
Di Asia Selatan pada umumnya, lanjut Gantam Bangyopadhyay, ADB mendanai proyek-proyek besar agroindustri dan menggunakan benih transgenik yang mengancam kedaulatan benih komunitas. ADB juga membiayai pembangunan infrastruktur. Di Indonesia, salah satu rencana megaproyek yang didanai ADB adalah pengembangan jalan regional, konon akan disetujui Februari 2010. Menurut Titi Suntoro, Koordinator Advokasi Jaringan Forum NGO mengenai ADB, proyek itu mencakup Kalimantan Barat sepanjang 1.300 kilometer koridor jalan, Kalimantan Timur 600 kilometer, Jawa bagian selatan 1.700 kilometer dan perbaikan serta pelebaran dua-tiga meter, serta pembuatan jalan baru dan jalan tol.

Ravindranath dari River Basin Friends, India, menambahkan, proyek-proyek bendungan raksasa di India yang dibiayai ADB telah menggusur 300.000 keluarga. Mereka harus pindah sejauh 9 kilometer dari lokasi asal dan setiap pemindahan membuat orang dijauhkan dari sumber kehidupan dan penghidupannya, sekaligus tercerabut dari ikatan-ikatan sosial-budaya.

Siti Maemunah dari Jaringan Advokasi Tambang memaparkan, proyek industri ekstraktif gas Tangguh yang didanai ADB sekitar 350 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,6 triliun menyebabkan 110 kepala keluarga atau 551 penduduk terusir dari tempat asalnya di Tanah Merah, Papua, dan harus menyingkir sekitar 3,5 kilometer. Itu hanya salah satunya.

Di sektor kelautan dan kehutanan yang didanai ADB mulai tahun 1970-an, menurut Riza Damanik dari Koalisi untuk Keadilan Perikanan, telah menjauhkan sedikitnya 5 juta hektar laut pada 29 kawasan konservasi laut dari jangkauan nelayan tradisional. Industri tambak udang telah menyebabkan 4,2 juta hektar hutan bakau menyusut menjadi 1,9 hektar pada tahun 2008. ”Sedikitnya Rp 648 miliar menjadi beban utang negara setiap tahun hingga tahun 2013,” sambung Dani Setiawan dari Koalisi Anti Utang. ADB juga membiayai proyek-proyek perkebunan sawit yang menghancurkan hutan dan keragaman hayati.”Sejak tahun 1991, proyek- proyek ADB di Kamboja telah menyebabkan masalah besar bagi masyarakat Kamboja di daerah pesisir,” tambah Om Savath dari Fisheries Action Coalition Team, Kamboja. Hal yang sama dipaparkan Dinna L Umengan dari Tambung Development, Filipina.
ADB, seperti halnya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), menurut Ravindranath, terus berupaya melakukan kontrol melalui reformasi hukum di suatu negara.
”Itu cara paling sistematis untuk menguasai kita,” tambah Gantam Bangyopadhyay.

Tangga dipotong
Menurut Gantam Bangyopadhyay, cara yang digunakan lembaga-lembaga pemberi utang sudah semakin canggih. Mereka memakai istilah sustainable development, human rights, dan lain-lain, tetapi dengan definisinya sendiri.
”Pembangunan versi mereka adalah menghancurkan alam, ekosistem, dan masyarakat kita. Kepedulian mereka palsu,” sergah Taslima Islam Shorini dari Asosiasi Ahli Hukum Lingkungan Banglades.
Menurut Bart Edes, Kepala NGO dan Civil Society Center ADB, Safeguard Policy ADB telah mencakupi perlindungan lingkungan dan masyarakat adat, juga involuntary resettlement bagi mereka yang tanahnya terkena proyek jalan raya.

Toh, utang tetap saja membuat suatu bangsa kehilangan harga diri dan posisi tawarnya terhadap negara-negara pemegang saham tertinggi dalam lembaga-lembaga keuangan multilateral, kata Taslima. Utang dibuat negara berkembang untuk ’mengatasi ketertinggalannya dari negara maju’, suatu pandangan tentang ’pembangunan’ yang didefinisikan sepihak oleh negara maju. ”Pembangunan di negara berkembang itu seperti orang naik tangga. Begitu mau naik, anak tangganya dipotong. Begitu terus,” ujar Don Marut dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Namun, tawaran utang tetaplah menggiurkan. Seperti permen loli, manis, tetapi membuat haus menetap yang berpotensi memunculkan berbagai penyakit berbahaya. Seperti kata Taslima, ”Ketika pemerintah sadar bahwa utang menjerumuskan, kita sudah kehilangan semuanya….(MH/BEN/OIN

Senin, 04 Mei 2009

Strengthen United of Working Class and Peasant "STOP SEIZURE WAGES, WORKS and LANDS"

PERS RELEASE
Federation of Independent Trade Union
On Celebrate :
INTERNATIONAL LABOUR DAY (MAY DAY) 2009


Strengthen United of Working Class and Peasant
“STOP SEIZURE WAGES, WORKS and LANDS “


Solidarity Greeting…..

Today, all working class and peoples in worldwide will celebrate one heroic moment and historic as well as Indonesia working class, with general propose to struggle social, economic and political base rights is thrown out and seized by Reactionary regime in various countries, particular in a colony and a half colony country and depands with foreign debt like Indonesia.

May day as one history moment in struggle tradition from working class in US Amerika againts to extortionist and bloodsuckers class (Capital owner) as well as extend to countries europe with the biggest demonstration was began in 1886, is demanded 8 work hours per day. These demand related with the condition at the time, when the workers class under condition working for 12 to 16 hours per day in worse working condition.

Spirit of May day until now still relevance for workers and labours class in Indonesia to keep set an example and exuberance of spirit, keep in mind that condition today do not different with the condition and situation on 1886 just in different form. Above all today the worldwide attacked the global crisis as well as Indonesia experienced wide impact consequence these global crisis.

The fincancial Crisis in US Amerika already to bring disorder to several hedge fund and Financial Institute in various imperialism countries. Lunge of financial crisis in US Amerika to extend quickly in fact the biggest hedge fund like Yamato in Japan experienced bankrupt. Government of United Kingdom on September 29, 2008 must take over Bradford & Bingley as well as provided fund stimulus amount 50 billions poundsterling (about US$ 87 billions). The Government of German on October 03, 2008, have to pour US$ 68 billions to propped Hypo Real Estate.

Destruction of financial sector to extend to industry sector finally. Automotive sector like General Motors, BMW, Ford, Crhysiller, have to decreased and stopped the production because automotive market become weak consequence crisis. About 1.400 workers IT Yahoo have part of 51 millions workers who already fired according to ILO's reports. Meanwhile, in Indonesia according to data's government there are 3 millions workers who already fired consequence these crisis.

Because of that, the real impact consequence of global economic crisis is workers and poor peoples in various country in the third world like Indonesia. The Indonesia workers faced Cheap wages and Fire. Joint Regulation of Four Ministry (PB 4 Ministry) as tool used by regime of SBY-JK to " Seize Worker Wages". This things could proof with there are 230 companies were to put off realization Minimum Wages year of 2009, meanwhile prices of basic need to increased even the national fuel price have decreased.

From the condition mention above, then proper Indonesia peoples and working class must struggle together to the endsuffering and torment consequence oppression and exploitation by Imperialism is lead by US Amerika through their capital and debt foreign used Government of Indonesia is lead by regime SBY-JK as well as accomplice of US imperialism.

Therefore, according to objective condition that feel by Workers and all Indonesia people today, then in celebrate International Labour Day (May Day) 2009, we are workers united in Federation of Independent Trade Union (GSBI), to assert to Government of Indonesia to "Stop Seizure Wages, Work and Land" and demands :

  1. Stop Lay-off ;
  2. Increase worker wages;
  3. Stop Seizure Lands;
  4. Refuse and demand to stop Contract and Outsourcing System;
  5. Demand to government to provide Work Field with Living Wages for All Indonesia Peoples;
  6. Stop criminalization to workers and workers activist as well as peasant, who struggle for economic-social rights and democration civil rights;
  7. Guarantee and uphold the Freedom of Association, united, as well as release peasant activist and human defender who arrest by polices because struggled for economic-social and political rights without condition;
  8. Demand Free Education for Childrends of workers, peasant workers and poor peasant and inexpensive fund to unniversity for all Peoples;
  9. Abrogate Education Law Body and Realization 20% Education Estimate from National Fund Income Estimate;
  10. Demand conformity of wages and Social Security for Women Workers as well as Service and Family/Reproduction Health Facility is inexpensive, equal and have a quality;
  11. Stop condemnation of small trader and given freedom to small trader in carry out their economic activities;
  12. Demand Abrogate Act No. 13 Year of 2003 concerning Manpower, Act no. 02 Year of 2004 concerning Industrial Relation Dispute Settlement, Draft of Manpower Social Security as well as Act no. 39 Year of 2004 concerning Protection and Placement Indonesia Migrant Workers in Foreign, as economic liberalization regulation and to torment Indonesia people;
  13. Demand to Erasing all Fee Overcharging is loaded to Migrant workers;
  14. Demand to Dismiss or Close Terminal Special for Migrant Workers;
  15. Demand to ratify UN convention year 1990 concerning Protection for Indonesia Migrant workers and Family and demand to abrogate and erasing Bilateral MOU is signed by government of Indonesia with countries reciaver Indonesia migran workers who did not protection and respected Indonesia migran workers rights;
  16. Demand legalization of lands is useful by peasant, and demand land reform as well as give protection and provide inexpensive agriculture production, and demand to increase price of agriculture produce;
  17. Demand and Refuse all privatization form to national assets and State Corporation (BUMN);
  18. Demand to government to build strength national industry, independent and serve to interest of all Indonesia people;
  19. Demand to Arrest, to judge and confiscate corruptor's wealth, include judge the employer who violating Based Workers Rights;
  20. Demand and Refuse intervention of ADB, WB, IMF, WTO and others International Financial Fund toward Indonesia economic and political policy, include refuse debt foreign;

Long Live Indonesia Workers!!!
Long Live Indonesia Peoples!!!

Worker Class in the Worldwide, United!!!
Jakarta, May 1, 2009


Rudy HB Daman Emelia Yanti MD. Siahaan
Chairperson General Secretary

Federation of Independent Trade Union -GSBI
“ International Labour Day (MAY DAY) 2009 “


Build Solidarity, Against Oppression


FEDERATION of INDEPENDENT TRADE UNION (GSBI)
Jl. Raya Lenteng Agung No. 02 RT.004/03 Srengseng Sawah Jakarta Selatan 12640
Telp/Fax : (021) 786 4203, Email ;
gsbi_pusat@yahoo.com /
Blog : http://infogsbi.blogspot.com/