Minggu, 31 Mei 2009

Kasus Lapindo Terancam Tamat Kapolri Indikasikan SP3

Anto, SIDOARJO
Surya, JAKARTA

Setelah tiga tahun kasus tindak pidana lumpur Lapindo digantung, Mabes Polri memberi sinyal kasus tersebut dihentikan alias SP3 (SuratPenghentian Penyidikan Perkara). Selain berkas kasus ini bolak-balikdikembalikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) ke penyidik Polda Jatim, MabesPolri juga mempertimbangkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atas PT .Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuari mengatakan, keputusan MAitu akan menjadi pertimbangan.

Melalui putusan kasasinya, MA menyatakanLapindo tidak melanggar hukum. "Tentunya dari aspek keperdataan,ternyata ada putusan MA yang mendukung. Tentunya kita tidak akanberlama-lama. Kita akan ambil tindakan untuk kepastian hukum," ujarKapolri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/5).Lagipula, lanjut Kapolri, prinsip penegakan hukum harus ada kepastianhukum yang diberikan. Pada kasus ini ada perbedaan pendapat antarapolisi dan saksi ahlinya. Tiga dari 13 saksi ahli berpendapat peristiwalumpur Lapindo ini murni karena alam (bencana)."Ini harus disinkronkan antara penyidik dan JPU.

Kalau berkas ini bolakbalik dengan satu pemahaman yang terus tidak ada persamaan, tentuberkas ini tidak maju-maju. Hanya menyangkut, misalnya masalahperbedaan pendapat keterangan ahli," jelasnya."Jika bisa menyelesaikan perbedaan keterangan ahli, Insya Allah berkasmaju," lanjutnya. Namun, kata mantan Kaditserse (sekarang Direskrim)Polda Jatim ini, hingga sekarang ini, berkas kasus Lapindo terusdikembalikan oleh pihak Kejaksaan.Sementara Kejati Jatim menganggap berkas kasus itu masih banyak yangharus dibenahi. Menurut Aspidum Kejati Jatim, Edi Rakamto, berkas kasusLapindo belum sempurna karena beberapa hal.

Di antaranya, belumterpenuhinya unsur pengungkap fakta serta alat bukti. "Alat bukti yangdi berikan, kita rasa masih kurang," kata Edi dikonfirmasi terpisah,kemarin.Dikatakannya, yang menjadi pemicu paling utama berkas tersebut belumsempurna adalah penyebab lumpur di sumur milik Lapindo di DesaRenokenongo Porong, Sidoarjo, itu menyembur. Dalam berkas yang diajukanPolda, menurut Edi, penyebab kebocoran lantaran human error. Namun,keterangan dari 21 saksi ahli yang diajukan Polda Jatim lebih mengarahkepada force majeur atau bencana. "Keterangan saksi ahli bertolakbelakang dengan materi berkas yang diajukan," tandasnya.Seperti diberitakan, berkas kasus lumpur Lapindo hingga kini masih P-19(belum sempurna) dan selalu dikembalikan oleh Kejati.

Dari data yang ada, pada 30 Oktober 2006, Polda menyerahkan berkas ke Kejati, dan dinyatakan belum sempurna. Kemudian, dikembalikan oleh Kejati pada 10 November 2006. Tahun berikutnya, Polda mengirim kembali pada 16Februari 2007 dan dikembalikan lagi pada 28 Februari 2007. Selang satu tahun, Polda kembali berupaya melengkapi dan menyerahkankembali, tepatnya pada 25 Januari 2008. Tetapi masih dinyatakan belumsempurna, dan lagi-lagi dikembalikan oleh Kejati pada 5 Februari 2008.Setelah berupaya melengkapi, pada 25 Maret 2009 Polda kembalimenyerahkan berkas, tetapi oleh Kejati tetap dinyatakan belum sempurnaalias P19.

DisayangkanMenanggapi sinyal SP3 itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum bagi KorbanLumpur (LBH-KL) Joeni Arianto Kurniawan, SH sangat menyayangkan jikaPolri benar-benar menghentikan proses hukum kasus pidana lumpurLapindo. ‘’Rencana Polri akan SP3 menghambat hak-hak korban untukmendapatkan kepastian hukum. Ini merupakan langkah mundur bagikepolisian. Ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan,” tegasnya. Padahal, lanjut Joeni, jika kasus pidana Lapindo ini benar-benar mampudibawa ke pengadilan dan akhirnya terdakwa diputus bersalah, tentu iniakan menjadi keuntungan bagi warga. “Kenapa. Karena warga mampumembuktikan bahwa kasus ini bukan bencana, tapi kesalahan Lapindo,”ujarnya.

Sehingga, dengan dengan putusan itu nantinya bisa dijadikan novum bagiwarga untuk kembali mengajukan gugatan, yang dalam putusan inkrachakhirnya ditolak, karena pengadilan bersikukuh menyatakan kasus LumpurLapindo sebagai bencana alam. “Ini tentu menjadi kerugian bagi parakorban Lumpur,” tegasnya.Jika berkas itu bolak-balik Polda Jatim-Kejaksaan, menurut dia,seharusnya kedua institusi penegak hukum ini berusaha menyamakanpersepsi agar kasusnya bisa dibawa ke pengadilan. “Caranya tentumenjalin komunikasi. Perlu diingat antara polisi dan kejaksaan ini kanbersifat sinergi,” katanya.Namun kalau sudah di-SP3, lanjut Joeni, tamat sudah proses hukum yangkini sedang berjalan. Kendati begitu, yang perlu diingat oleh warga,SP3 berbeda dengan putusan pengadilan.

Jadi nantinya jika adabukti-bukti yang mendukung untuk kembali dilakukan penyidikan, makaproses hukum bisa dilanjutkan. Karenanya jika benar kasus Lumpur Lapindo akan dihentikan, kata Joenimenjadi tugas kepolisian untuk memberitahukan ke publik. ‘’Publik bisamembantu mencari bukti. Atau kalau kasusnya semakin tak jelas, wargabisa mempraperadilan- kan kepolisian yang mengSP3kan tindak pidanalumpur Lapindo,’’ tandasnya.Sholahudin Wahid, anggota Komnas HAM, menegaskan semburan lumpurLapindo di Porong, bukan bencana alam. ‘’Semburan lumpur Lapindo murnikarena kesalahan manusia.

Semburan itu tidak akan terjadi bila tidakada kegiatan pengeboran milik Lapindo," ujar pengasuh Ponpes TebuIreng, Jombang yang akrab disapa Gus Sholah saat menghadiri peringatan3 tahun semburan lumpur Lapindo di atas tanggul Desa Siring, Sidoarjo,Jumat (29/5).Karena itu, lanjutnya, yang bertanggungjawab adalah Lapindo BrantasInc. Sehingga seluruh penggantian kerugian yang diakibatkan oleh lumpurditanggung oleh perusahaan milik keluarga Bakrie itu. Dalam kasus lumpur Lapindo ini, menurutnya, juga terjadi banyakpelanggaran HAM.

Hak yang seharusnya diperoleh masyarakat sebagaikorban lumpur masih juga terkatung-katung. "Kejadian ini bukanmerupakan bencana alam dan kejadian ini merupakan kesalahan dariperusahaan pengeboran (Lapindo)," tegasnya.Boikot Produk BakrieSementara itu, memeringati 3 tahun lumpur Lapindo, di Jakarta danSidoarjo digelar aksi demo dan keprihatinan. Sekitar 60 orang dari Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lapindo melakukan aksi Jumat Hitam Lapindo di depan Pasar Festival Kuningan Jakarta sekitar pukul 14.45WIB.Luluk Uliyah dari JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) mengatakan, akibatsemburan lumpur Lapindo tiga tahun lalu, puluhan ribu orang kehilangantempat tinggal dan mata pencaharian dan lebih separuhnya adalahperempuan. "Korban lumpur Lapindo kehilangan harta, kesulitan akses airbersih, gangguan kesehatan, terputusnya akses pendidikan," kata Luluk.Namun ironisnya, pemilik Lapindo sempat menyandang orang terkaya di Asia Tenggara tahun 2007.

Aset keluarganya di bisnis energi, perkebunan, properti, baja, televisi, telekomunikasi, dan infrastruktur tahun lalu meningkat dari Rp 42,9 triliun menjadi Rp 94,18 triliun.Namun, ia mengatakan, hingga sekarang pemerintah tak mau bersikap tegasterhadap pemilik Lapindo, Aburizal Bakrie, yang menjabat sebagai MenkoKesra.Karena itu, mereka menyerukan agar memboikot produk Bakrie sebagaibentuk solidaritas atas peristiwa semburan lumpur di Porong. "Karenadengan mendukung dan menggunakan produk Bakrie Group sama saja kamuturut menindas belasan warga korban lumpur Sidoarjo," kata Mita, koordinator aksi.

Massa juga menuntut pemulihan hak-hak korban Lapindo, terutama bagi 10desa yang tidak tercantum dalam Perpres 14 tahun 2008. Selain itu,massa juga mengecam keputusan MA yang menolak kasasi YLBHI tentangkasus ini dengan alasan Lapindo sudah memberi ganti rugi. "Padahalwarga tambah miskin, sakit dan masa depannya tidak menentu," ungkap dia.Dalam aksi damai tersebut, massa membentangkan berbagai foto yangberisi wajah para korban lumpur mulai dari warga yang terserangpenyakit hingga anak yang tidak bisa bersekolah akibat bangunan sekolahyang terendam. Aksi juga diisi dengan pembacaan puisi dan dramateatrikal tentang kejamnya PT Lapindo terhadap warga Porong.

Sedang di Sidoarjo, peringatan 3 tahun lumpur Lapindo di atas tanggulDesa Siring, kemarin (30/5), diikuti ratusan korban lumpur denganmenggelar istighotsah. Doa bersama ini sebagai bentuk keprihatinan ataskondisi mereka akibat lumpur Lapindo. Sejumlah tokoh yang lantangmemperjuangkan para korban juga hadir. Di antaranya, Bambang Sulistomo(anak Bung Tomo), Sholahuddin Wahid, Dr Tjuk Sukiadi (dosen Unair) danWakil Kepala DPRD Sidoarjo, Jalaluddin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar