Selasa, 08 Desember 2009

Ribuan Buruh Tuntut Perubahan Upah Minimum Provinsi DKI

Selasa, 08 Desember 2009 | 12:49 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta — Ribuan massa mengepung pintu gerbang kantor Balaikota DKI Jakarta. Mereka menuntut perubahan standar Upah Minimun Provinsi. “Gubernur tidak punya hati,” tegas Saifulloh, pengurus cabang Serikat Pekerja Nasional, Selasa (8/12).

Massa datang dengan puluhan kendaraan umum sejak pukul 10.00 WIB. Mereka berasal dari sejumlah wilayah industri di Jakarta yang umumnya bekerja sebagai buruh garmen, sepatu, manufaktur, dan pekerja harian lepas yang jumlahnya sekitar 2.000 orang.

Ratusan personel kepolisian diterjunkan guna mengamankan massa aksi yang merupakan organ koalisi dari Serikat Pekerja Nasional, Federasi Serikat Buruh Indonesia, Federasi Buruh Lapangan, dan Forum Buruh Jakarta.

Saifulloh menjelaskan, aksi ini mereka gelar guna merespons pemberlakuan UMP yang ditetapkan Gubernur DKI pada akhir November lalu. Upah yang saat ini berlaku disepakati naik sebesar 4,5 persen dari Rp 1.069.865 menjadi Rp 1.118.009.

Meski mengalami kenaikan, Saifulloh menilai upah tersebut tidak sesuai dengan standar kebutuhan hidup layak mengingat lonjakan harga sejumlah harga kebutuhan pokok. “Apalagi jika mengingat rencana kenaikan harga air dan tarif dasar listrik,” ujarnya.

Bahkan, kata dia, angka itu juga masih lebih kecil jika dibandingkan dengan upah minimum Kota Bekasi yang ditetapkan diangka Rp 1168.974. “Masa Jakarta bisa lebih kecil dari kota lain,” ujar Saifulloh.

Menurut perhitungan SPN, menurut Saifulloh, upah yang dinilai sesuai berada di angka Rp 1,3 juta. Angka itu merupakan hasil survei dari herga-harga kebutuhan hidup pokok yang dilakukan dalam tiga bulan terakhir.

Saifulloh menjelaskan, aksi yang sama akan terus mereka gelar hingga Gubernur berkenan mengubah standar tersebut.
Jika tidak, ia khawatir kehidupan kaum buruh akan terus terpuruk.

Hingga berita ini diturunkan, sejumlah perwakilan massa aksi tengah diterima beraudiensi dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sementara ribuan massa lain masih terus menggelar panggung orasi di pintu gerbang gedung balaikota.

RIKY FERDIANTO

http://www.tempoint eraktif.com/ hg/jakarta/ 2009/12/08/ brk,20091208- 212483,id. html

Kebangkitan Fasisme mulai masuk Industry imperialis

Krisis umum Imperialisme/kapitalis monopoli Internasional, telah memporak-porandakan sendi-sendi penghidupan Klas Buruh, kaum tani dan rakyat pekerja lainnya di seluruh dunia, terlebih bagi klas buruh dan rakyat pekerja di Negeri-negeri yang didominasi oleh Imperialisme.

Dengan melakukan peningkatan penindasan dan penghisapannya terhadap klas buruh, kaum tani dan rakyat pekerja lainnya serta eksploitasi besar-besaran suber daya alam adalah pilihan bagi imperilaisme untuk dapat menyelamatkan diri dan keluar dari kubangan krisis yang digalinya sendiri.

Klas buruh di negeri setengah jajahan dan setengan feodal seperti Indonesia mendapat beban yang sangat berat atas situasi saat ini, perampasan upah dengan penerapan upah murah adalah kebijakan rejim boneka imperialisme didalam negeri dapat dipastikan bahwa secara ekonomis, upah tersebut menancapkan penghidupan buruh kedalam jurang kemiskinan. PHK sepihak dan sewenang-wenang terus mengancam kepastian kerja klas buruh di Indonesia, perampasan hak buruh dalam berorganisasi, berunding, menyampaikan pendapat dan mogok adalah upaya untuk memuluskan skema politik dalam perburuhan di Indonesia bagi rezim boneka.

Ancaman dan teror terus dihadapi oleh buruh karena merebut hak-hak sosial ekonomi dan hak politik, sebagaimana saat ini dialami oleh Buruh yang bekerja di PT. Jabagarmindo Tangerang. Perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi (garmen) ini buruh-buruhnya saat ini sedang mendapat intimidasi, teror dan PHK, hanya karena mereka berdiskusi untuk membahas kondisi ditempat kerjanya. Dimana pada hari ini tanggal 7 Desember 2009 Pengusaha PT Jabagarmindo, dengan menyewa Polisi dan TNI datang keperusahaan untuk melakukan intimidasi dan memberikan ancaman agar menghentikan kegiatan-kegiatan berdiskusi di luar perusahaan, dengan ancaman akan di bawa ke Kantor polisi setempat jika tidak bersedia meminta maaf dan menghentikan kegiatannya.

Kajadian ini bukanlah kali pertama dalam perusahaan tersebut, pada bulan Agustus yang lalu perusahan juga melakukan hal sama, mereka mengundang polisi dan TNI kedalam perusahaan untuk mengintimidasi dan meneror buruh.

Tentu ini adalah ancaman bagi Demokrasi di Negeri ini, benih-benih neo-fasis sebagai kebangkitan orba jilid baru, telah Semakin nyata bahkan Polisi dan TNI mulai kembali terlibat dan masuk kedalam Industri-Industry Imperialis, untuk menjaga kepastian meningkatkan dan amannya super profit mereka.

Hari Hak Asazi Manusia yang jatuh pada tanggal 10 Desember mendatang memiliki kedudukan penting dalam refleksi rakyat terhadap Tanggungjawab pemerintah yang di pimpin oleh SBY-Budiono, lebih jauh bahwa Hari Hak Asazi Manusia adalah momentum penting untuk menuntut tanggungjawab negara atas pemenuhan hak-hak dasar rakyat, Hak atas PEKERJAAN, HAK ATAS PENGHIDUPAN DENGAN UPAH YANG MENCUKUPI KEBUTUHAN HIDUP SECARA ADIL, DAN HAK POLITIK BAGI SELURUH RAKYAT, TERMASUK BURUH UNTUK BEBAS dari segala ancaman dan teror dalam menggunakan HAK BERORGANISASI, BERUNDING, MENYAMPAIKAN PENDAPAT DAN TERMASUK HAK UNTUK MELAKUKAN PEMOGOKAN.

SBY-Budiono harus bertanggungjawab, atas segala perampasan hak rakyat Indonesia, termasuk apa yang sedang terjadi di PT. JABAGARMINDO di TANGREANG, dimana POLISI DAN TNI telah masuk kedalam hubungan Industrial dan melakukan TEROR KEPADA BURUH...!!!

SBY-BOEDIONO REZIM PELANGGAR HAM DAN PERAMPOK UANG RAKYAT! PENUHI HAK-HAK DASAR RAKYAT!

(Tulisan ini adalah bahan Selebaran yang di terbitkan oleh Front Perjuangan Rakyat (FPR) dalam Peringat 61 tahun hari HAM Internasional 10 Desember 2009)


GERAKAN RAKYAT MENUNTUT UPAH, TANAH DAN KERJA
100 Hari Perlawanan Rakyat Melawan Rejim Boneka Amerika, Anti-Rakyat SBY-BOEDIONO


Salam Demokrasi !
Setiap tahunnya rakyat seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia memperingati hari HAM Internasional yang di deklarasikan 10 Desember 1948. Pernyataan sikap universal 61 tahun yang lalu ini menyatakan setiap Negara tanpa kecuali akan memberikan jaminan atas hak-hak manusia baik itu hak Sipil Politik (SIPOL) maupun Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB).

Kenyataan di Indonesia, sampai hari ini berbagai hak-hak rakyat belum dijamin oleh Negara. Bahkan Negara di bawah pimpinan rejim SBY–Budiono senantiasa membuat dan menjalankan berbagai kebijakan yang mengangkangi hak rakyat yang hakekatnya sama dengan merampas hak–hak rakyat.

Bagaimana tidak !..Saat ini jutaan buruh di Indonesia harus bekerja dengan sistem kerja yang sangat buruk. Buruh bekerja tanpa adanya jaminan kepastian kerja serta upah dan jaminan kesejahteraan yang layak. Ketika krisis semakin kuat menerjang Indonesia, rejim pimpinan SBY sama sekali tidak berbuat apa–apa untuk menyelamatkan buruh dari PHK massal. Akibat krisis dan rapuhnya industry di Indonesia sampai awal tahun 2009 lebih dari 500.000 ribu buruh yang di PHK dan diperkirakan akan mencapai lebih dari 1,6 juta pada akhir tahun 2009. Padahal pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2009 mencapai lebih dari 9,25 Juta jiwa dari angkatan kerja, termasuk didalamnya 700.000 lebih pengangguran terdidik.

Sementara jika negara merilis bahwa angka pengangguran menurun pada tahun 2009, maka pada kenyataannya Negara menghitungnya lewat bertambahnya jumlah pekerja tradisional yang tidak memerlukan keahlian khusus di pedesaan atau bertambahnya jumlah buruh tani di Indonesia. Padahal di pertanian, kehidupan kaum tani juga semakin terpuruk akibat semakin maraknya perampasan dan monopoli kepemilikan atas tanah. Penembakan, penangkapan dan kriminalisasi atas petani seolah menjadi hal yang wajar, di Tanah Awuk NTB, Takalar Sulawesi Selatan, Pasuruan dan yang terbaru di Ogan Ilir adalah bukti tidak adanya jaminan kemerdekaan hidup bagi kaum tani di Indonesia.

Hak Hidup rakyat selalu dirampas !.. Akibat kemiskinan dan ketiadaan tanah, jutaan rakyat Indonesia melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Nasi aking menjadi hal biasa di telinga, Gizi buruk di NTB seolah kabar biasa, sementara nenek Minah di banyumas yang mengambil 3 biji Kakao milik PT Rumpun Sari Antan dan Sekeluarga buruh tani yang mengambil randu sisa hasil panen seharga Rp 10.000 milik PT Segayung di Batang demi untuk makan dimaknai Negara sebagai kriminal biasa.

Dengan sengaja Negara dibawah rejim SBY–Budiono juga telah menghambat kemajuan dan kesadaran politik rakyat, pelarangan dan pembatasan kegiatan berserikat, berorganisasi dan mengeluarkan pendapat terus terjadi. Buruh terus dihambat untuk berserikat di pabriknya, petani ditakut-takuti dan diintimidasi jika berorganisasi bahkan pemuda mahasiswa juga selalu dibatasi dalam berorganisasi, berserikat dan mengeluarkan pendapat termasuk dalam kebebasan mimbar akademik.

Perampasan hak rakyat juga terjadi di wilayah kebudayaan. Rakyat dibiarkan dalam keterbelakangan budaya, salah satunya adalah dengan membatasi akses rakyat terutama pemuda untuk mendapatkan pendidikan. Dalih mengeluarkan UU BHP untuk meningkatkan kualitas pendidikan bertemu dengan kenyataan semakin mahalnya biaya pendidikan. Dalam hal ini Rejim SBY–Budiono telah diskriminatif kepada rakyat atas haknya terhadap pendidikan.

Sesungguhnya SBY–Budiono bukanlah tidak tahu pada keadaan rakyat, tetapi pada dasarnya tidak mau peduli. Ketika rakyat terlilit kesusahan hidup, jutaan kelaparan, jutaan putus sekolah, jutaan pengangguran. para kapitalis birokrat seperti tidak tahu malu merampas dan merapok uang rakyat secara besar-besaran, baru saja dilantik para menteri sudah minta naik gaji, Bagi-bagi jabatan di antara partai peserta pemilu, belum lagi Skandal Bank Century, Bank Bali, Kriminalisasi KPK dan Suap PT Masaro menunjukan bagaimana watak birokrat Indonesia yang sangat kapitalistik.

Negara lewat rejim SBY–Budiono telah menciptakan dirinya sebagai alat yang menguntungkan bagi segelintir klas dan golongan di Indonesia. Hanya Tuan tanah, Kapitalis Birokrat, Borjuasi Besar Komprador atau kaum dagang yang akan mendapatkan keuntungan. Mereka akan berbagi kekuasaan dan keuntungan antar sesama dan dengan kompak akan melakukan perampasan atas hak-hak rakyat demi pengabdiannya pada Imperialisme, dengan menyerahkan bulat-bulat segala sumber daya alam dan manusia Indonesia kepada negeri Imperialis.

Sudah sepatutnya di momentum hari HAM Internasional 2009 kita seluruh rakyat Indonesia menuntut kembali hak-hak rakyat yang telah dirampas. Perjuangan Massa harus terus dikobarkan dan Gerakan massa Demokratis harus menaikan kualitas dan kuantitasnya. dengan penderitaan rakyat yang sudah begitu dalam telah melahirkan kenyataan dan kewajiban kaum buruh dan tani sebagai bagian rakyat yang paling tertindas dengan pendirian paling teguh untuk memperkokoh persatuan. Aliansi dasar inilah yang secara kongrit Paling Konsisten melancarkan perjuangan Rakyat Melawan Rejim Boneka, Wakil Sejati dari Imperialisme dan Feodalisme.

Kami Berpandangan, Berpendirian dan Bersikap dalam Momentum Hari HAM Internasional 10 Desember 2009. Jalan keluar satu-satunya adalah terus melancarkan perjuangan massa untuk menuntut berbagai kepentingan maupun hak-hak sosial-ekonomi dan politik dari klas buruh, kaum tani dan berbagai golongan rakyat tertindas lainnya.

Maka Dengan momentum hari HAM 2009 kami Akan Melakukan Aksi Damai Di depan Istana Negara pada Kamis, 10 Desember 2009, yang akan di Ikuti oleh 5.000 (lima ribu) orang, dengan Titik Kumpul di Lapangan Masjid Istiqlal mulai pukul 08.00 Wib dan Bergerak LongMach pukul 09.30 Menuju Istana Negara, dalam aksi ini kami menuntut Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja sebagai tuntutan Pokok Rakyat, atas dasar Pandangan, Pendirian dan Sikap tersebut Kami Juga Menuntut pada rejim untuk:

1. Menghentikan PHK dalam bentuk apapun, Penuhi Upah layak dan Hapuskan system kontrak dan Outsourcing bagi Buruh.

2. Hentikan Perampasan Tanah, Sediakan Sarana Produksi Murah dan Tingkatkan harga Hasil Pertanian serta Jalankan Reforma Agraria Sejati Bagi Kaum Tani.

3. Hapus Biaya Penempatan yang tinggi/ Overcharging, Ratifikasi Konvesi PBB tahun 1990 (tentang Perlindungan BMI), Bubarkan Terminal Khusus TKI dan Cabut UU PPTKILN bagi Buruh Migran Indonesia.

4. Memberikan Jaminan Sekolah Gratis, Kuliah Murah (Turunkan SPP, Hapus Biaya Masuk Kuliah dan Tingkatkan Fasilitas) Cabut UU BHP, Realisasikan anggaran 20% APBN dan APBD untuk pendidikan bagi Pelajar dan Mahasiswa.

5. Usut Tuntas Berbagai Kasus Korupsi dan bailout Bank Century.

6. Penuhi Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan Reproduksi bagi perempun/ Keluarga Miskin.

7. Buka Lapangan Pekerjaan seluas-luasnya dan Jamin kebebasan berekspresi dan Berorganisasi Bagi Seluruh Rakyat.



Sabtu, 05 Desember 2009

Demo Sengketa Lahan, Polisi Tembak 11 Petani Ogan Komilir

Jakarta - Unjuk rasa warga Ogan Komilir, Sumatera Selatan (Sumsel), di lahan sengketa yang dikuasai PT PN VII berakhir ricuh. Sebanyak 11 orang petani mengalami luka tembak oleh aparat kepolisian.

Unjuk rasa yang diwarnai aksi pendudukan lahan ini dilakukan warga Desa Rengas Satu dan dua desa di Kecamatan Payaraman di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Warga memprotes sekitar 1.500 hektar yang dikatakan telah dirampas PT PN VII.

Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Abdul Gofur, membenarkan peristiwa penembakan tersebut. Hal tersebut terpaksa dilakukan polisi karena massa telah bertindak anarkis.

"Kami terpaksa melakukan penembakan, sebab ratusan warga yang melakukan aksi sudah tidak terkendali. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas PT PN VII Cinta Manis dan membacok hingga luka tiga karyawan perusahaan tersebut. Mereka juga menyandera dua karyawan lainnya," kata Abdul Gofur, Jumat (04/12/2009) malam.

Kondisi lokasi aksi saat ini sudah kondunsif. Dua karyawan yang disandera sudah diamankan di kantor bupati Ogan Ilir. Sejumlah aparat polisi melakukan pendekatan dengan para tokoh masyarakat.

"Kita pun mendalami kasus ini dengan memeriksa sejumlah pengunjukrasa. Dan kita telah menurunkan aparat sebanyak 100 orang di lokasi. Warga yang tertembak kaki dan tangannya dirawat di Rumah Sakit Umum di Inderalaya," kata Abdul Gofur.

Dijelaskan Gofur, saat aksi terjadi sekitar 700-an warga melakukan aksi, sementara aparat yang diturunkan sebanyak 30 orang dari Brimob.

Sebagai informasi, pada 29 Oktober 2009 lalu, ratusan warga itu dari Desa Rengas Satu dan dua desa di Kecamatan Payaraman di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, juga melakukan aksi di lokasi perkebunan itu. Warga berunjuk rasa sebagai protes atas klaim sekitar 1.500 hektare lahan yang ditanami tebu oleh PT PN VII. Warga mengklaim lahan adalah milik mereka. Tapi PT PN merampas lahan itu sejak 27 tahun silam.

Saat itu, warga menduduki lahan dan menghadang petugas yang akan membubarkan aksi mereka. Begitu kesalnya, warga yang rata-rata membawa senjata tajam, menghancurkan serta membakar tanaman tebu milik perusahaan.

Jumat, 04/12/2009 20:27 WIB
Taufik Wijaya - detikNews


(tw/djo)