Sabtu, 25 Juli 2009

Unions Rally in Jakarta, Call on Nestlé to Respect Rights and Negotiate Now!

Unions Rally in Jakarta, Call on Nestlé to Respect Rights and Negotiate Now!
Posted to the IUF website 15-Jul-2009

Following on the solidarity visit to Indonesia by the IUF-affiliated Food Industry Employees Union (FIEU) of Malaysia, the Nestlé Indonesia Panjang Workers Union SBNIP at Nestlé's Nescafé factory in Panjang continues to mobilize support for its struggle. A union delegation from Panjang travelled the 200 kilometers to Jakarta on the early morning of July 13 for rallies at the Nestlé head office and at the Department of Labour and Manpower (Labour Ministry).

At the Ministry of Labour in Jakarta, the SBNIP delegation submitted a letter and demanded support for wage negotiations. During their meeting with Ministry officials, they were told that ‘workers have the right to negotiate wages’.

Over 100 Jakarta union members from at least 7 organizations, including the IUF-affiliated HRCT federation FSPM joined them for the action.

SBNIP President Eko Sumaryono told he press "For two years, we have requested and then campaigned for the right to negotiate wages and outsourcing and to include them in the Collective Bargaining Agreement (CBA). Management refuses to accept that this is our right, and insists that management alone sets wages.

"At Nestle Panjang, packaging and technical workforce are outsourced. According to Indonesian law (UU13/2003), workers related to production are not to be outsourced. We will continue our struggle and we will bring this campaign to the attention of the world until Nestle Indonesia negotiates in good faith with SBNIP "

Nestlé Indonesia - with the support of corporate management in Vevey - persists in asserting that wages are a "commercial secret" and not part of the collective bargaining process, despite an IUF submission to the OECD in the company's home country of Switzerland. The OECD Guidelines on Multinational Enterprises require overseas subsidiaries of transnational companies to adhere to international labour and human rights standards - of which the right of workers to colletivcely bargain their wages of course forms part.

Pekerja sektor ritel perlu komisi tripartit

Kamis, 23/07/2009
Pekerja sektor ritel perlu komisi tripartit

JAKARTA: Sejumlah serikat pekerja ritel meminta pemerintah membentuk komisi tripartit untuk sektor ritel Indonesia, guna melembagakan kerja sama dan upaya membentuk kemitraan antara pekerja dan pemilik modal.

Hal itu diyakini dapat membuat perusahaan memiliki daya saing dan menciptakan lapangan kerja yang layak.

Juru bicara Konferensi Tripartit Sektor Ritel Muhammad Hakim, yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Pekerja (Aspek) Indonesia, menyebutkan para serikat pekerja sektor ritel di Indonesia berupaya untuk melembagakan hasil dialog antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja, serta mengembangkan hubungan industrial berasaskan kemitraan sosial.

"Lembaga ILO [Organisasi Perburuhan Internasional] pun diimbau memberikan bantuan teknis dan sumber daya dalam mengembangkan komite tripartit bagi sektor ritel di Indonesia," ujarnya di sela-sela konferensi tripartit sektor ritel, kemarin.

Dia menjelaskan para serikat pekerja ritel sepakat mempertimbangkan upaya melakukan penyesuaian terhadap daya saing usaha dan meminta pengusaha mengajak serikat pekerja membicarakan cara-cara alternatif untuk mempertahankan kelangsungan usaha tanpa melakukan pemangkasan pekerjaan.

"Jika langkah penyesuaian itu secara langsung berdampak pada penggunaan tenaga kerja dan kepastian kerja, dampak negatif langkah tersebut hendaknya dinetralisasi dengan sedapat mungkin mempertahankan pekerjaan yang ada atau menciptakan lapangan kerja baru," tuturnya.

Langkah penanganan lainnya yang tidak kalah penting, menurut Hakim, dapat berupa upaya mengembangkan daya saing berbentuk program guna mendorong terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi dan pekerjaan yang layak.

Sementara itu, Sekjen Serikat Pekerja Global UNI Wilayah Asia dan Pasifik Christopher NG mengatakan sangat dimungkinkan pengusaha sektor ritel menjalin hubungan baik dengan serikat pekerja, dalam semangat kemitraan sosial yang sejati dan tulus.

"Seperti halnya pengusaha, serikat pekerja pun berkepentingan dalam mempertahankan produktivitas usaha, karena keduanya merupakan pangkal dari terciptanya pekerjaan yang layak."

Oleh R. Fitriana
Bisnis Indonesia

http://web.bisnis. com/edisi- cetak/edisi- harian/jasa- transportasi/ 1id129142. html

Minggu, 12 Juli 2009

Siaran Pers Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang

Siaran Pers Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang

Lima belas Pekerja dari PT Nestle Panjang di Lampung datang ke Jakarta untuk menunjuk rasa di Kantor Pusat Nestle Indonesia dan menyampaikan surat protes kepada Depnakertrans.

Nestle Panjang adalah satu-satunya pabrik yang menghasilkan Nescafe di Indonesia dan mengekspor 75% produk Nescafe ke pasar internasional, termasuk Jepang dan Singapore.

Menurut Ketua SBNIP, Eko Sumaryono: ‘Selama dua tahun, kami meminta, lalu mengkampanye hak merundingkan upah dan sistem outsoursing dan dimasukkannya dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Manajemen Nestle menolak hak kami dan mengatakan pengetapan upah adalah hak prerogative manajemen. Sebagai pekerja di Nestle, kami ingin bermusyawarah hal-hal yang merupakan hak dasar buruh yakni perundingan upah dan skala upah .’

‘Di Nestle Panjang, sistem outsoursing diberlakukan kepada tenaga pengepakan dan tenaga kerja teknik. Berdasarkan UU13 Tahun 2003, system outsourcing tidak boleh diterapkan untuk pekerja yang berhunbungan dengan produksi. Yang kami inginkan adalah negosiasi secara beritikad baik mengenai isu-isu tersebut.’ Kata Eko Sumaryono

Beberapa serikat buruh termasuk Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Gerakan Serikat Buruh Independen (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), (FMN) Front Mahasiswa Nasional, juga berada sini untuk mendukung dan memberikan solidaritas bagi Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang (SBNIP).

FSPM adalah gabungan serikat-serikat buruh yang mewakili pekerja di sektor perhotelan, restoran, plaza, pariwisata dan industri terkait lainnya. FSPM beranggotakan 20.000 anggota di Indonesia.

Dewi Fitriana dari FSPM Regional Jakarta mengatakan: ‘Kami rasa sangat kecewa kerana Nestle, sebagai perusahaan makanan yang terbesar di dunia, tidak mengindahkan hak-hak serikat yang dilindungi oleh Kovensi ILO dan Panduan OECD. Kami rasa sangat penting untuk mendukung tuntutan SBNIP untuk merundingkan system pengupahan dan system outsoursing.’

“Pada tahun 2000, FSPM menghadapi tantangan berat yaitu muncul perselisihan perburuhan di Hotel Shangri-La Jakarta. Pihak pengusaha melakukan serangan kepada pengurus serikat Shangri-La, dan Federasi dengan berbagai cara. Aksi unjuk rasa tanpa putus yang dilakukan menjadi aksi unjuk rasa terlama di Indonesia dan kami mendapat dukungan yang sangat kuat dari masyarakat dan serikat buruh yang lain. FSPM akan memberi dukungan sepenuhnya kepada SBNIP dalam perjuangan mereka seperti apa yang diberikan kepada kami semasa di Shangri-La’. Kata Dewi Fitriana.

‘Kami akan meneruskan perjuangan kami dan kami membawa kampanye kami ke seluruh dunia sehingga Nestle Indonesia berunding secara itikad baik dengan SBNIP, ‘ Kata Eko Sumaryono.

SERIKAT BURUH NESTLE INDONESIA PANJANG (SBNIP)

Sekretariat

Jl Tanjungpura No 2 Panjang – Bandar Lampung

Phone :0812 72 1 7891

Email :ni_union@yahoo.com

Rabu, 01 Juli 2009

Populasi Penduduk Kabupaten Bogor

Populasi Penduduk Kabupaten Bogor Tertinggi di Jabar

By Republika Newsroom
Selasa, 16 Juni 2009 pukul 15:00:00

BOGOR -- Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan populasi penduduk tertinggi dari 17 Kabupaten dan sembilan kota di Jawa Barat.

Jumlah 4.316.236 jiwa penduduk yang terbagi atas 2.204.952 jiwa laki-laki dan 2.111.284 jiwa perempuan di Kabupaten Bogor mengungguli Kabupaten Bandung diposisi kedua dengan jumlah penduduk 3.033.038 jiwa.

Padahal, provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan angka Total Fertility Rate (TFR) nya, Kabupaten Bogor pun menempati angka tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lain di Jawa Barat.

Siti Amanah, Ketua divisi studi wanita, gender dan pembangunan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (IPB, Selasa (16/6) menjelaskan yang dimaksud dengan TFR yakni banyak anak yang mungkin dilahirkan oleh ibu dengan usia produktif (15-45 tahun).

Sementara angka TFR tiga wilayah yang menempati posisi tertinggi di Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bogor dengan TFR 2,69, Kabupaten Garut dengan TFR 2,67 dan Kabupaten Bekasi dengan TFR 2,64.

“Maka jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu di usia produktif itu sebanyak 2,69 anak atau dibulatkan menjadi 3 anak per ibu usia produktif,” katanya.

Ia menambahkan daerah-daerah yang tingkat kelahiran alaminya tinggi biasanya berada didaerah yang rata-rata ekonominya rendah atau katagori miskin.

Untuk wilayah Bogor barat, diantaranya di kecamatan, Pamijahan, Leuwiliang dan Cigudeg, wilayah Bogor tengah, Parung, Cisarua, Caringin dan Ciomas dan wilayah Bogor timur diantaranya Kecamatan Gunungputri, Cigombong, Cileungsi dan Kecamatan Jonggol. -c88/ahi///